Kami meyakini bahwa Rasulullah
SAW adalah manusia yang bisa mengalami apa yang dialami manusia umumnya seperti
sifat-sifat yang temporal dan penyakit-penyakit yang tidak mengurangi kedudukan
beliau dan tidak membuat beliau dijauhi. Sebagaimana dikatakan oleh penyusun
‘Aqidatul ‘Awam :
Para rasul boleh mengalami
sifat-sifat yang temporer
yang tidak mengurangi
kedudukan mereka seperti sakit ringan
Rasulullah juga adalah seorang
hamba yang tidak memiliki kemampuan memberi manfaat, bahaya, mati, hidup
membangkitkan kepada dirinya sendiri kecuali apa yang telah dikehendaki Allah.
Firman Allah :
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ
اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا
مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Aku tidak
berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan
kecuali yang dikehendaki Allah. dan Sekiranya aku mengetahui yang ghaib,
tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa
kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita
gembira bagi orang-orang yang beriman".
Beliau juga telah mengemban
risalah, menyampaikan amanah, menyadarkan ummat, membuang kesedihan dan
berjihada fi sabilillah sampai ajal menjemputnya. Beliau berpulang ke sisi
Allah dalam kondisi rido dan mendapat keridoan, seperti digambarkan dalam
firman Allah :
إِنَّكَ
مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ
Sesungguhnya kamu akan mati dan Sesungguhnya
mereka akan mati (pula).
وَمَا
جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi
seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad); Maka Jikalau kamu mati, Apakah
mereka akan kekal?
Kehambaan adalah sifat beliau
yang paling mulia. Karena itu beliau membanggakannya dan berkata : “Saya
hanyalah seorang hamba”. Allah menyifati beliau dengan kehambaan dalam
kedudukan tertinggi :
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ
مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang
telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.
وَأَنَّهُ
لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا
Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad)
berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak
mendesak mengerumuninya.
Kemanusiaan adalah letak
sesungguhnya kemu’jizatan Rasulullah. Beliau adalah manusia dari jenis manusia
namun berbeda dengan manusia biasa. Beliau memiliki perbedaan yang tidak
mungkin dikejar atau disamakan dengan manusia biasa. Sebagaimana penilaian
beliau tentang dirinya : “Saya tidak sama dengan kalian. Sesungguhnya saya
bermalam di sisi Allah diberi kekuatan sebagaimana orang yang makan dan minum”.
Berdasarkan paparan di atas maka
jelaslah bahwa status kemanusian beliau wajib disertai dengan sifat-sifat yang
membedakannya dengan manusia umumnya yaitu menyebut keistimewaan-keistimewaan
beliau yang eksklusif dan sifat-sifat beliau yang terpuji. Perlakuan ini bukan
hanya diberikan khusus untuk Nabi Muhammad SAW namun juga berlaku untuk rasul-rasul
yang lain agar penilaian kita kepada mereka proporsional. Karena penilaian
kepada para rasul semata-mata dipandang dari sisi kemanusiaan saja tanpa
penilaian lain adalah pandangan jahiliyah yang musyrik. Dalam Al-Qur’an
terdapat banyak dalil mengenai masalah ini. Diantaranya adalah
- Ucapan
kaum Nuh terhadap Nabi Nuh dalam kisah yang diceritakan Allah tentang mereka :
(Hud : 27).
فَقَالَ
الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلَّا بَشَرًا مِثْلَنَا
وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ
وَمَا نَرَى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ
Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir
dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang
manusia (biasa) seperti Kami, dan Kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti
kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara Kami yang lekas percaya
saja, dan Kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas Kami,
bahkan Kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta".
- Ucapan
kaum Nabi Musa dan Harun terhadap mereka berdua dalam kisah yang diceritakan
Allah tentang mereka : (Al-Mu’minun : 47).
فَقَالُوا
أَنُؤْمِنُ لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنَا وَقَوْمُهُمَا لَنَا عَابِدُونَ
Dan mereka berkata: "Apakah (patut) kita
percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), Padahal kaum mereka (Bani
Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?"
- Ucapan
kaum Tsamud kepada Nabi mereka Shalih dalam peristiwa yang diceritakan Allah
tentang mereka : (Asy-Syu’araa’ : 154).
مَا
أَنْتَ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا فَأْتِ بِآيَةٍ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
Kamu tidak lain melainkan seorang manusia
seperti kami; Maka datangkanlah sesuatu mukjizat, jika kamu memang Termasuk
orang-orang yang benar".
- Ucapan
Penduduk Aikah kepada Nabi mereka Syu’aib dalam kisah yang diceritakan Allah
tentang mereka : (Asy-Syu’araa; : 186).
قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مِنَ الْمُسَحَّرِينَ وَمَا أَنْتَ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا وَإِنْ
نَظُنُّكَ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ
. Mereka berkata: "Sesungguhnya kamu
adalah salah seorang dari orang-orang yang kena sihir, . Dan kamu
tidak lain melainkan seorang manusia seperti Kami, dan Sesungguhnya Kami yakin
bahwa kamu benar-benar Termasuk orang-orang yang berdusta.
- Ucapan
kaum musyrikin terhadap Nabi Muhammad SAW yang memandang beliau semata-mata
sebagai manusia dalam kisah yang diceritakan Allah tentang mereka :
وَقَالُوا
مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ لَوْلَا
أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا
Dan mereka berkata: "Mengapa Rasul itu
memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? mengapa tidak diturunkan kepadanya
seorang Malaikat agar Malaikat itu memberikan peringatan bersama- sama dengan
dia?,
Nabi telah menginformasikan
status dirinya dengan benar akan sifat-sifat luhur dan hal-hal yang melampauai
kebiasaan yang membuatnya berbeda dengan manusia lain.
- Sabda
beliau dalam sebuah hadits shahih : “Kedua mataku terpejam namun hatiku tetap
terjaga”.
- “Saya
mampu melihat kalian dari belakangku sebagaimana melihatmu dari depan”.
- “Saya
dianugerahi pintu-pintu gudang dunia”.
Meskipun telah wafat, Rasulullah
tetap hidup dalam bentuk kehidupan barzakh yang sempurna. Beliau mampu
mendengar perkataan, membalas salam dan shalawat orang yang bershalawat sampai
kepada beliau. Amal perbuatan ummat disampaikan kepada beliau hingga beliau
berbahagia atas perbuatan orang-orang yang baik dan beristighfar terhadap
orang-orang yang melakukan dosa. Allah juga mengharamkan bumi untuk memakan
jasadnya. Jasad Nabi terlindungi dari hal-hal yang bersifat merusak dan dari
apapun yang berada dalam tanah.
Dai Aus ibn Aus, ia berkata ,
“Rasulullah SAW bersabda, “Salah satu hari kalian yang paling utama adalah hari
Jum’at ; di hari itu Adam diciptakan dan wafat, Israfil meniup sangkakala dan
matinya seluruh makhluk. Maka perbanyaklah bershalawat untukku pada hari
Jum’at. Karena shalawat kalian disampaikan kepadaku”. Wahai Rasulullah,
bagaimana shalawat kami sampai kepadamu padahal tubuhmu telah hancur?” tanya
para sahabat. “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mengharamkan bumi untuk
memakan jasad para Nabi.” Jawab Rasulullah. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah
dan Ibn Hikam dalam kitab shahihnya serta Al-Hakim yang menilai hadits ini
shahih).
Menyangkut keutuhan jasad para Nabi
Al-Hafidh Jalaluddin As-Suyuthi menyusun sebuah risalah khusus menyangkut hal
tersebut yang berjudul ‘Inbaa’ul Adzkiyaa’ bi Hayaatil Anbiyaa’.
Dari ibnu Mas’ud Rasulullah SAW
bersabda, “ Hidupku lebih baik buat kalian. Kalian berbicara dan saya berbicara
kepada kalian. Dan jika saya meninggal dunia maka kewafatanku lebih baik buat
kalian. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku melihat amal baik
aku memuji Allahdan jika aku melihat amal buruk aku beristighfar buat kalian”.
Kata Al-Haitsami , “Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dan para perawinya
sesuai dengan standar perawi hadits shahih.
Dari Abi Hurairah RA dari
Rasulullah SAW, beliau berkata, “ Tidak ada seorangpun yang memberi salam
kepadaku kecuali Allah mengembalikan nyawaku hingga aku membalas salamnya”. HR.
Ahmad dan Abu Dawud.
Sebagian ulama menafsirkannya
dengan mengembalikan kemampuan berbicara beliau.
Dari ‘Ammar ibn Yaasir, ia
berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT mewakilkan seorang
malaikat yang diberi Allah nama semua makhluk pada kuburanku. Maka tidak ada seorang pun hingga hari kiamat
yang menyampaikan shalawat untukku kecuali malaikat itu menyampaikan kepadaku
namanya dan nama ayahnya ; ini adalah si fulan anak si fulan yang telah
menyampaikan shalawat untukmu”. HR. Al-Bazzaar dan Abu al-Syaikh ibn Hibban
yang redaksinya : Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ada malaikat Allah
yang telah diberi semua nama makhluk oleh Allah. Ia berdiri di atas kuburanku
jika aku meninggal. Maka tidak ada seorang pun yang menyampaikan shalawat
kepadaku kecuali si malaikat berkata, “Wahai Muhammad ! fulan anak fulan telah
menyampaikan shalawat untukmu”. Rasulullah berkata, “Rabb Tabaraka wa Ta’ala
merahmatinya. Untuk satu shalawat dibalas 10 rahmat”. Dalam Al-Kabiir
Al-Thabaraani meriwayatkan hadits seperti ini
Meskipun Rasulullah SAW telah
wafat namun keutamaan, kedudukan dan derajatnya di sisi Allah tetap abadi.
Mereka yang beriman tidak akan ragu akan fakta ini. Karena itu, bertawassul
kepada Nabi Muhammad SAW pada dasarnya kembali kepada keyakinan keberadaan
hal-hal di muka dan meyakini beliau dicintai dan dimuliakan Allah serta
keimanan kepada beliau dan kepada risalahnya. Dan tawassul bukanlah berarti
beribadah kepada Nabi SAW. Karena beliau betatapapun tinggi derajat dan
kedudukannya tetaplah seorang makhluk yang tidak mampu menolak bahaya dan
memberi manfaat tanpa izin Allah.
Allah SWT berfirman :
قُلْ
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ
وَاحِدٌ
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia
biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan
kamu itu adalah Tuhan yang Esa".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar