Jumat, 11 Desember 2015

Seri tarjamah mafahim yajibu an tusohaha, bagian sambutan-sambutan Ulama. 1

saya mendapatkan buku terjamahan  kitab mafahim nya sayyid Muhammad  Alawy, entah mutarjimnya siapa, dan saya ingin membagikannya  agar teman-teman juga bisa mengambil manfaatnya, tapi insyaalah  aku posting secara bertahap. yg pertama adalah sambutan ulama terkemuka atas buku tersebut.



SAMBUTAN PAKAR HADITS DAN REKTOR AL-JAMI’AH
AL-ASYRAFIYYAH DAN PEMIMPIN
PERKUMPULAN ULAMA PAKISTAN
Bismiildhirrahmdnirrahim
SEGALA puji hanya dipersembahkan kepada Allah, Tuhan Yang Memelihara alam semesta. Akibat yang baik hanya bagi orang­orang yang bertakwa. Semoga Allah berkenan melimpahkan rahmat dan salam kepada penutup para nabi dan rasul pamungkas, pada segenap keluarga dan para sahabatnya.
Saya telah menelaah secara seksama buku yang bermutu dan berharga Mafahim Yajibu an Tushohhaha karya Allamah Al-Ustadz Syekh Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki Hasani ini. Sungguh kitab ini memuat berbagai materi kajian yang vatif dan kandungan yang bermutu yang diperlukan oleh para ~ma dan mahasiswa. Di dalamnya tampak kejelian penulis dan :inggian peinikirannya yang dapat mengurai berbagai masalah yang -nit dan pelik berkaitan dengan objek kajian teologis (ushuluddin). Tak dirgaukan lagi, buku ini telah berhasil membuka hijab tentang berbagai poin yang tertutup dan jauh dari pandangan para ulama. Semoga penulisnya dilimpahi pahala yang terbaik dan dikaruniai nikmatan lahir dan batin yang sempurna.
Kami memohon kepada Allah agar karya ini selamanya bermanfaat bagi kaum Muslimin, khususnya para ahli ilmu, baik yang ada di Barat maupun di Timur. Tentu saja hahitu akan sangat mudah bagi Allah. Ya, Allah, kabulkanlah permohonan kami.


SAMBUTAN
DIREKTUR PENGAJARAN / PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ILMU ISLAM KARACHI
Bismillahirrahmanirrahim
SEGALA puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Semoga rahmat dan salam tercurah melimpah kepada junjungan kita, nabi termulia dan rasul yang paling utama, kepada keluarga dan segenap sahabatnya.
Saya telah membaca karya Syekh Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki Al-Hasani Al-Makki ini. Bahkan, saya pun telah membaca berbagai komentar dan pengantar para ulama mengenai buku ini dan penulisnya.
Saya merasa sejalan dengan apa yang ditulis oleh Fadhilah Syekh allamah Mufti Hasanain Muhammad Makhluf. Saya juga berpendapat, kini telah tiba saatnya para ulama pejuang kebenaran bersatu padu membentuk satu barisan yang kokoh untuk menghadapi musuh yang menggalang kekuatan, yaitu orang-orang kafir yang bercita-cita menghancurkan Islam serta membunuh dan melenyap­kan semua pemeluknya dari muka bumi; mereka yang sangat bernafsu mengotori tanah-tanah suci kaum Muslimin.
Hendaklah para ulama saling bertoleran terhadap yang lain dalam hal-hal yang menjadi medan ijtihad bagi para mujtahid. Dengan demikian, diharapkan kekuatan mereka tidak terbuang percuma hanya karena bentrok di antara mereka.
Islam, khususnya para ulamanya, seyogianya dimanfaatkan demi membela dan mempertahankan agama yang lurus (hanif  ini, Islam, dan pemeluknya).
Saya telah menyaksikan Fadhilah Syekh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki pada saat-saat sedang melakukan studi, khususnya ketika beliau berkunjung ke Karachi dan sempat tinggal di sana beberapa bulan. Saya menyaksikannya, betapa beliau sangat bersemangat untuk menghadiri berbagai majelis ahh hak dan ahh tauhid yang terdiri dari kalangan ulama besar, seperti Fadhilah, Allamah Muhaddits yang agung Syekh Muhanunad Yusuf Al-Banuri dan Fadhilah Allamah Al-Mufti yang agung Syekh Muhammad Syafi .
Saya bermohon kepada Allah, agar berkenan kiranya memberikan taufik dan kebenaran kepada beliau.

~~~~

SAMBUTAN KETUA MAJELIS ULAMA PAKISTAN
Bismillairrahmanirrahim
S EGALA puji hanya bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Semoga rahmat dan salam terlimpah kepada Nabi Muhammad Saw, nabi yang tidak ada nabi setelahnya. Semoga rahmat dan salam -npah juga kepada keluarga Nabi serta para sahabat dan para ummatnya.
Secara pribadi dan sebagai Ketua Majehs Ulama Pakistan (MUP) serta para anggota MUP yang tersebar di setiap daerah dari berbagai pelosok Pakistan -dan menghimpun sekitar 20 ribu orang; kami telah menelaah kita Mafahim Yajibu an Tushohhaha Karya Sayyid Syekh Dr. Muhannnad Alawi, dan kami melihat buku tersebut memuat pendapat-pendapat yang sesuai dengan apa yang menjadi Ahlul Sunnah Wal Jama'ah, baik salaf maupun khalaf, memberikan keputusan penting di dalamnya dalam beberapa masalah dan juga mnguatkannya dengan dalil-dalil Al-Qur'an dan Sunnah Muhammad Saw.
Kami berharap, semoga Allah Swt berkenan menyatukan kaum muslimin untuk senantiasa mengikuti yang hak atau kebenaran. Dan kami akan berada di barisan beliau Dr. Muhammad Alawi dalam segaa jihadnya, dan membantu ahli hak; Ahlu Sunnah wal Jama'ah.
Semoga Allah Swt berkenan melimpahkan rahmat dan salam serta berkah kepada pemimpin dan teladan kami, Nabi Muhammad dan keluarganya serta semua sahabat dan para pengikutnya.

SAMBUTAN
Prof. Dr. HASAN AL-FATIH QARIBULLAH
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, Sholawat serta Salam semoga selalu terlimpahkan kepada junjugan kita Nabi Muhammad saw , keluarga dan sahabatnya, serta mereka yang mencari petunjuk darinya, mereka yang mengikuti sunngah Nabi dan yakin kepadanya sampai hari kiamat.
Rumah (keturunan) Sayyid Dr. Syekh Muhammad Alawi al-Maliki dikenal secara luas dan mempunyai kedudukan yang tinggi. Keutamaan itu dimunculkan oleh segenap keluarganya dengan ilmu, akhlak, dan ketetapan hati untuk menegakkan dakwah mengajak manusia untuk menuju Allah Swt dengan mengikuti metode Qur'ani dan Sunni. Keluarga Syekh Muhammad Alawi juga terhiasi dengan nasab yang tinggi yang bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. mereka juga memiliki keistimewaan kecintaan mendalam terhadap daerah-daerah suci dan memuliakan para pejabat pemerintahnya. Mereka, para pelayan tempat-tempat suci itu dipimpin oleh Khadim al-Haramain AI-Syarifain, Raja Saudi Arabia.
Ahlulbait (Alawi) telah terbukti memiliki keagungan dan kemuliaan. Mereka menghibahkan kehidupannya demi agama. mereka kerahkan segala daya dan upaya untuk membela agamanya. Mereka juga berketetapan hati untuk selalu membela Kerajaan Saudi Arabia dari tindakan orang-orang lalim yang melewati batas dan menjaga dari kejahatan orang-orang bodoh yang suka memakai "baju ilmuwan dan agamawan".
Kajian yang dilakukan Syekh Muhammad Alawi yang saya komentari ini merupakan dalil dan bukti bagi kebenaran apa yang saya katakan. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama di antara sejumlah ulama besar Islam, yang memuat upaya beliau dalam meluruskan berbagai paham yang hampir dilenyapkan oleh orang-orang bodoh. la menjelaskan berbagai hakikat yang membuat banyak orang terdiam seribu bahasa. Beliau tampaknya telah berhasil mengikat, secara ilmiah (elegan), dominasi kerajaan dengan kendaraan para ulama dan menjauhkannya dari sikap isolatif yang diusahakan sebagian kaum orang untuk menerapkannya kepada kerajaan.
Penulis juga menjelaskan salahnya landasan dan ukuran yang digunakan sebagian orang untuk mengkafirkan dan menyesatkan saudaranya, sesama Muslim. Paham atau tradisi mengkafirkan dan menuduh sesat Muslim lain itu dihembuskan oleh para pcngklaim ilmu -merepresentasikan sebagai ulama- untuk menyatakan kebanggaannya dengan minoritas (intelektual) kaum Muslimin, bukan dengan mayoritas. Dengan gigih, mereka menebarkan api fitnah di antara barisan kaum Muslimin. Mereka kadang-kadang lebih suka mengangkat dan bergantung pada masalah-masalah for­mal dari agama. Kadang-kadang mereka juga mengangkat masalah­masalah pelik yang diikhtilafkan para ulama. Harapan mereka suaranya akan didengar dan mereka menjadi populer.
Tasawuf termasuk yang menjadi sasaran tembak utama orang-­orang yang mengaku ulama itu. Mereka menyebarkan fitnah dan tuduhan terhadap ilmu tasawuf dan para ahlinya yang tentu saja para ulama ahli tasawuf terbebas dari apa yang mereka tuduhkan itu. Padahal, para pembenci ulama saleh itulah yang justru tersesat. Berdasarkan kenyataan itu, tidak ada jalan lain kecuali harus ada ulama yang terjun langsung ke medan "pertempuran". Dan ulama itu hendaklah orang yang pasti mengetahui secara meyakinkan bagaimana berdiskusi. la juga mesti seorang alim yang piawai bagaimana "berperang". Sebab kewajiban `amar ma'ruf dan nahyu munkar tidak berlaku dalam masalah-masalah khilafiah. Ketahuilah, minoritas mempunyai faktor fanatisme, maka kelompok mayoritas yang terdiri atas kaum Muslimin tentu mempunyai faktor pendorong yang kuat untuk mengembalikan paham-paham yang benar, yakni paham-paham yang didasarkan pada pemahaman yang benar terhadap kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Saw.
Kami mendefinisikan tasawuf -sebagaimana dikatakan penuhs buku- sebagai diskursus ilmiah dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pemikiran. Ilmu tasawuf dengan metode, program dan caranya merupakan wawasan yang tinggi dalam pemikiran Islam. Dimensi yang paling sempurna dari peradaban dan idealisme kita dapat merepresentasikan atau memperlihatkan kesempurnaan iman dan berbagai sektor kehidupan, juga memperlihatkan keikhlasan yang bersih bagi setiap panggilan Tuhan. Tasawwuf penuh dengan kebenaran dan kejujuran (shidq), amanah (kepercayaan), pribadi setia memenuhi janji dan hak-hak, mendahulukan yang lain (itsar), sikap mulia (dermawan), menolong yang lemah dan membantu yang tertindas, tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, saling menasehati dalam haq dan dengan sabar, berlomba dalam hal kebaikan. Tasawwuf juga sebuah gambaran dari pekerti yang baik yaitu kepribadian islami dengan tampilan memikat serta kesempurnaan sifat dan contoh ideal bagi muslim yang berbudi luhur serta suci.
Adapun ahli tasawuf, seperti dituturkan oleh Imam Ghazali dalam al-Munqid min al-Dlolal (Hal yang Menyelamatkan dari Kesesatan), adalah orang-orang yang menempuh jalan menuju Allah secara khusus. Perilaku dan tindak tanduk mereka adalah perilaku dan tindak tanduk yang paling bagus. Perjalanan hidup (tarekat) mereka 'alah perjalanan hidup (tarekat) yang paling benar. Akhlaknya adalah akhlak yang paling suci dan mulia. Bahkan, jika kecerdasan (intelektualitas) para cerdik pandai dan "hikmah" para hukama, dan ilmunya orang-orang yang menekuni rahasia syariat mengubah sedikit saja perjalanan hidup dan akhlak mereka dengan yang lebih baik, pasti mereka tidak akan menemukan jalan untuk itu. Sebab semua gerak-gerik dan tindak-tanduk mereka -bahkan diamnya sekalipun- baik yang nampak maupun yang tersembunyi didapatkan dari cahaya lampion (lentera) kenabian (misykat nubuwwah). Setelah (cahaya) kenabian, tidak ada lagi di muka bumi ini cahaya yang (betul-betul) dapat menyinari.
Itulah tasawuf yang dikenal oleh kaum salaf. Dan itulah perjalanan kaum sufi sebagaimana yang dikenal ulama khalaf. Manifestasi tasawuf yang telah berlaku -dan akan terus berlaku­adalah cinta kepada Nabi Muhammad Saw dan mengagungkannya, berziarah kepada (kuburan)nya, bertabarruk (mencari berkah) dari berbagai macam peninggalannya serta peninggalan orang-orang yang meneladani Rasulullah Saw. Hakikat tasawuf yang paling esensial adalah bahwa hamba menyembah Allah Swt seakan-akan ia melihat­Nya, dan jika ia tidak (mampu) melihat-Nya, meyakini bahwa Allah melihatnya.
Berdasarkan pemahaman yang dilandaskan kepada kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Saw itulah, penulis menyusun karyanya ini sedemikian rupa. Karyanya ini pasti akan menjadi hujjah (sandaran argumentatif) bagi para ulama dan menjadi sinar cahaya bagi para pelajar dan mahasiswa. Di antara keistimewaan buku ini adalah metode bahasannya yang ilmiah dan sehat/akurat dengan menggunakan gaya bahasa yang mudah serta menyenangkan. Kitab ini juga kaya dengan informasi yang variatif, bukti-bukti yang konkret dan jelas, dan sarat dengan argumentasi yang kokoh.
Semoga Allah menambahi taufik kepada penulisnya, menambahi hidayah bagi pembacanya; juga menambahi kutukan bagi orang yang mem­bencinya.
Yang teraklir kami katakan:
) وما لنا لا نؤمن بالله وما جاءنا من الحق ونطمع أن يدخلنا ربنا مع القوم الصالحين(


~~~


SAMBUTAN
Prof. AHMAD ABDUL GHAFUR ‘ATHAR
Salah satu sastrawan kerajaan
dan peraih penghargaan dari Raja Faishol di bidang Sastra Arab
Bismillahirrahmanirahim
SEGALA puja-puji hanya milik Allah, Tuhan Yang Mengurus dan Mendidik semesta alam. Semoga rahmat dan salam sejahtera terlimpah kepada rasul yang paling mulia, panutan kita, Nabi Muhammad Saw dan segenap keluarga dan sahabatnya.
Saya pernah mendapatkan hadiah dari seorang teman yang mulia, suatu kitab yang bermutu: Mafahim Yajib AWhshahhah edisi paling akhir yang ditulis oleh yang terhormat Allamah Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Makki. Teman yang menghadiah­kan kitab itu meminta saya untuk memberikan penilaian mengenai kitab itu. Ketika didesak untuk memenuhi permintaan itu, saya katakan, "Kata sambutan dan pengantar yang telah disampaikan oleh ulama-ulama handal, ulama yang memiliki otoritas religius yang tinggi dan ilmu yang luas serta bermanfaat, dan senantiasa terlibat dalam jihad menegakkan kebenaran -seperti Prof. Abdullah Kanun Al-Hasani (Ketua Ikatan Ulama Maroko); Syekh Muhammad Al-Khazraji (Menteri Wakaf dan Urusan Agama Islam Emirat Arab), Syekh Muhammad Al-Syadzili Al-Naiqir (Dekan Fakultas Syariat di Tunisia), Syekh Muhammad Salim ‘Adud (Ketua Mahkamah Agung Pemerintah Islam Mauritania) telah memadai. Begitu pula apa yang terkandung dalam muqaddimah yang ditulis oleh Syekh Hasanain Muhammad Makhluf (Mantan Mufti Negeri Mesir dan Anggota Himpunan Ulama Besar di Al-Azhar Al-Syarifl.
Namun, kawan saya itu tetap ingin mendengar pendapat saya secara khusus; bahkan meminta saya untuk menuliskannya. la kemudian meminta izin saya untuk membawa pendapat dan komentar saya kepada penulis dengan sedikit perubahan redaksional. Tentu saja saya sangat gembira karena pendapat saya mendapatkan sambutan dan perhatian sedemikian rupa dari para pembaca. bagaimanapunpun, saya tidak pernah menulis kecuali kebenaran yang saya pegang.
Setelah membaca kitab ini, saya berkesimpulan, ternyata penulisnya adalah seorang yang sangat alim dan peneliti handal nkolihatsah). Ia tidak menulis buku untuk menimbulkan polemik atau perdebatan dengan orang-orang yang menentang beberapa pendapatnya bahkan mengkafirkannya. Beliau hanya menulis demi kebenaran dan menetapkannya seraya menggunakan gaya bahasa yang bijaksana dan penuh kesatriaan (patriotisme) tanpa terjebak dalam caci maki atau melakukan fitnah yang dilemparkan pada para penentangnya. Dalam kitabnya itu, tak ada sedikit pun kata-kata keji (tidak pantas), tidak ada pula kata-kata tajrih (mencela atau menunjukkan cela) orang lain sehingga merasa dilukai; pen). Yang lebih banyak ia tulis adalah ilmu yang ada padanya ketimbang pendapat pribadinya.
Penulis yang mulia itu tampaknya tidak bermaksud sama sekali memaksakan pendapatnya kepada pembaca. Oleh sebab itu, dalam pembahasan ilmiah islaminya ini, beliau tidak banyak mengemukakan pendapat pribadinya, meskipun pendapatnya benar. Sebab, semua pendapat boleh jadi dinilai salah untuk diterima meskipun pendapat itu benar.
Penulis tampak juga dalam kitab ini berusaha meluruskan pendapat serta mendasarkannya atas kebenaran yang bersumber pada kitab Allah dan sunnah Rasul baik itu berupa syari’at, aqidah, suluk atau etika sosial, tata susila dan juga ilmu pengetahuan.
Kebenatan (al-haqq) dalam Islam itu tidak bersifat tertutup, tidak sewenang-wenang, dan tidak ada pembatasan pada seseorang tertentu. Kebenaran dalam Islam merupakan hak (dan kewajiban) ahli ilmu untuk membahas dan menggali kesimpulan hukum darinya. Tentu saja sesuatu yang biasa (lumrah) jika terjadi perbedaan pandangan dalam memahami sebagian nash, seperti sebagian dari ayat-ayat Al-Qur'an atau sebagian di antara berbagai hadis (yang keduanya merupakan sumber kebenaran; pen.).
Kita menemukan adanya perbedaan pendapat yang cukup tajam di antara ulama besar berkenaan dengan fardu wudlu. Sebagai misal, menurut para ulama Mazhab Hanbali, di antara yang membatalkan wudlu adalah memakan daging kambing (yang telah disembelih, al-Jazur); sedangkan menurut ulama lain, hal itu sama sekali tidak membatalkan wudlu. Maka kaum Muslimin -kecuali yang bermazhab Hanbali- dalam keadaan memiliki wudlu tidak keberatan memakan daging kambing. Setelah memakan daging kambing, mereka bisa langsung berdiri untuk melakukan shalat yang -sebagaimana kita maklumi- merupakan tiang agama bahkan rukun Islam yang paling agung setelah dua kalimat syahadat.
Sebaliknya, kaum Muslimin yang dalam hal ini mengikuti Mazhab Hanbali, shalat dan wudlunya batal, juga tidak sah. Pandangan Mazhab Hanbali dalam hal ini tidak diikuti ketiga imam fiqih yang lain, yaitu Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi'i.
Meskipun demikian, ikhtilaf yang begitu keras itu tidak mengakibatkan saling mengkafirkan di antara mereka; para imam terkenal itu. Masih banyak contoh lain yang memperlihatkan adanya ikhtilaf di antara para ulama yang mestinya tidak mendorong kita untuk saling memfitnah, menuduh, dan saling mengkafirkan.
Sungguh bagus langkah yang ditempuh oleh Dr. Sayyid Syekh Muhammad Alawi Al-Maliki Al-Hasani dalam kitabnya Mafahim Yajibu an Tushohhaha yang sangat bermutu ini. Di antara keistimewaan penulis yang mumpuni ini adalah kemampuannya menggunakan gaya bahasa dan penuturan yang bijaksana (hikmah). Beliau mampu menghindari caci maki seraya mengajak -kaum Muslimin- untuk mengikuti kebenaran dan kebaikan, keindahan dan keutamaan dengan menggunakan uslub (gaya bahasa) yang sangat indah dan bagus yang mencermin-kan ciri akhlak ahli Bait Nabi dan keluarganya yang mulia.
Ringkasnya, karya Syekh Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki ini menjadi penjelas kebenaran, serta penegas metode penulisanya atas dasar pemikiran keagamaan, bahkan menjadi gudang pemikiran agama itu sendiri. Sungguh, buku ini merupakan suatu referensi yang berharga, bahkan telah meluruskan beberapa pemahaman yang selama ini terjadi kekeliruan. Karena ketelitian dan kebijaksanaannya, pandangan-pandangan keagamaannya dapat diterima dan mendapat sambutan baik sejumlah ulama besar sebagaimana terekam dalam Kata sambutan dan Pengantar. Sambutan dan pangantar yang seolah merupakan rekomendasi dari para ulama itu, juga menyatakan kesaksian terhadap buku ini maupun terhadap penulisnya. Kesaksian ini patut kita sambut dan dukung bersama, karena memang demikian adanya.
Kita juga patut berterima kasih kepada yang mulia, pendakwah gigih, ulama besar, Allamah Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki al-Hasani yang telah mengorbankan segala upaya dan tenaganya untuk berkhidmat kepada Islam dan Rasulullah Saw. Kita juga berterima kasih kepadanya karena perjuangan (jihad) yang di lakukannya dalam rangka mengemban tugas dakwah, mengajak manusia menuju Allah Swt. Jihad yang dilakukannya tentu akan menghasilka buah perjuangan yang sangat berarti, yaitu menancapkan (cahaya Islam di bumi Asia dan Asia Selatan khususnya, di samping demi meninggikan kalimat Allah di berbagai negara di dunia, baik dunia Islam maupun di dunia asing.
Semoga Allah Swt melimpahkan kebaikan kepada penulis buku ini, dan semoga karyanya ini bermanfaat bagi segenap makhluk Allah, juga kemanfaatan dari penulisnya yang berakhlak mulia, berilmu luas, dan keutamaan yang melimpah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar