Jumat, 08 Januari 2016

SUBSTANSI KELOMPOK IMAM ABUL HASAN AL-ASY’ARI (ASYA’IRAH)....seri tarjamah mafahim 12



Banyak kaum muslimin tidak mengenal madzhab Al-Asya’irah (kelompok ulama penganut madzhab Imam Asy’ari) dan tidak mengetahui siapakah mereka, dan metode mereka dalam bidang aqidah. Sebagian kalangan, tanpa apriori, malah menilai mereka sesat atau telah keluar dari Islam dan menyimpang dalam memahami sifat-sifat Allah.
Ketidaktahuan terhadap madzhab Al-Asya’irah ini adalah faktor retaknya kesatuan kelompok ahlussunnah dan terpecah-pecahnya persatuan mereka, sehingga sebagian kalangan yang bodoh memasukkan Al-Asya’irah dalam daftar kelompok sesat. Saya tidak habis pikir, mengapa kelompok yang beriman dan kelompok sesat disatukan? Dan mengapa ahlussunnaha dan  kelompok ekstrim mu’tazilah (Jahmiyyah) disamakan?.
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ  مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
35. Maka Apakah patut Kami menjadikan orng-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)
Al-Asya’irah adalah para imam simbol hidayah dari kalangan ulama muslimin yang ilmu mereka memenuhi bagian timur dan barat dunia dan semua orang sepakat atas keutamaan, keilmuan dan keagamaan mereka. Mereka adalah tokoh-tokoh besar ulama ahlissunnah yang menentang kesewenang-wenangan mu’tazilah.
Dalam versi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Al-Asya’irah digambarkan sbb : Para ulama adalah pembela ilmu agama dan Al-Asya’irah pembela dasar-dasar agama (ushuluddin). Al-Fataawaa, volume 4.
Al-Asya’irah (penganut madzhab Al-Asy’ari) terdiri dari kelompok para imam ahli hadits, ahli fiqih dan ahli tafsir seperti :
              Syaikhul Islam Ahmad ibn Hajar Al-‘Asqalani, yang tidak disangsikan lagi sebagai gurunya para ahli hadits, penyusun kitab Fathul Baari ‘ala Syarhil Bukhaari.
              Syaikhu Ulamai Ahlissunnah, Al-Imam An-Nawaawi, penyusun Syarh Shahih Muslim, dan penyusun banyak kitab populer.
              Syaikhul Mufassirin Al-Imam Al-Qurthubi penyusun tafsir Al-Jaami’ li Ahkaamil Qur’an.
              Syaikhul Islam Ibnu Hajar Al-Haitami, penyusun kitab Az-Zawaajir ‘aniqtiraafil Kabaa’ir.
              Syaikhul Fiqh , al-hujjah (argumentasi) dan ats-tsabat (tokoh ulama yang dipercaya) Zakaaria Al-Anshari.
              Al-Imam Abu Bakar Al-Baaqilani
              Al-Imam Al-Qashthalani.
              Al-Imam An-Nasafi
              Al-Imam Asy-Syarbini
              Abu Hayyan An-Nahwi, penyusun tafsir Al-Bahru Al-Muhith.
              Al-Imam Ibnu Juza, penyusun At-Tashil fi ‘Uluumittanziil.
              Dsb.
Seandainya kita menghitung jumlah ulama besar dari ahli hadits, tafsir dan fiqh dari kalangan Al-Asya’irah, maka keadaan tidak akan memungkinkan dan kita membutuhkan beberapa jilid buku untuk merangkai nama para ulama besar yang ilmu mereka memenuhi wilayah timur dan barat bumi. Adalah salah satu kewajiban kita untuk berterimakasih kepada orang-orang yang telah berjasa dan mengakui keutamaan orang-orang yang berilmu dan memiliki kelebihan yakni para tokoh ulama, yang telah mengabdi kepada syari’at junjungan para rasul Muhammad SAW.
Kebaikan apa yang bisa kita peroleh jika kita menuding para ulama besar dan generasi salaf shalih telah menyimpang dan sesat ? Bagaimana Allah akan membukakan mata hati kita untuk mengambil manfaat dari ilmu mereka bila kita meyakini mereka telah menyimpang dan tersesat dari jalan Islam?.
Saya ingin bertanya, “Adakah dari para ulama sekarang dari kalangan doktor dan orang-orang jenius, yang telah mengabdi kepada hadits Nabi SAW  sebagaimana dua imam besar ; Ibnu Hajar Al-‘Asqqalani dan Al-Imam An-Nawawi, semoga Allah melimpahkan rahmat dan keridloan kepada mereka berdua?” Lalu mengapa kita menuduh sesat mereka berdua dan ulama Al-Asya’irah yang lain, padahal kita membutuhkan ilmu-ilmu mereka ? Mengapa kita mengambil ilmu dari mereka jika mereka memang sesat? Padahal Al-Imam Ibnu Sirin rahimakumullah pernah berkata : Ilmu hadits ini adalah agama maka perhatikan dari siapa kalian mengambil agama kalian.
Apakah tidak cukup bagi orang yang tidak sependapat dengan para imam di atas, untuk mengatakan, “Mereka rahimahullah telah berijtihad dan mereka salah dalam menafsirkan sifat-sifat Allah. Maka yang lebih baik adalah tidak mengikuti metode mereka.” Sebagai ganti dari ungkapan kami menuduh mereka telah menyimpang dan sesat dan kami marah atas orang yang mengkategorikan mereka sebagai ahlussunnah.
Bila Al-Imam An-Nawawi, Al-‘Asqalani, Al-Qurthubi, Al-Fakhrurrazi, Al-Haitami dan Zakaria Al-Anshari dan ulama besar lain tidak dikategorikan sebagai ahlussunnah wal jama’ah, lalu siapakah mereka yang termasuk ahlussunnah wal jama’ah?.
Sungguh, dengan tulus kami mengajak semua pendakwah dan mereka yang beraktivitas di medan dakwah Islam untuk takut kepada Allah dalam menilai ummat Muhammad, khususnya menyangkut tokoh-tokoh besar ulama dan fuqaha’. Karena, ummat Muhammad tetap dalam kondisi baik hingga tiba hari kiamat. Dan tidak ada kebaikan bagi kita jika tidak mengakui kedudukan dan keutamaan para ulama kita sendiri.

ESENSI-ESENSI YANG SELESAI DENGAN KAJIAN
Polemik berkembang di antara ulama menyangkut banyak substansi persoalan dalam bidang aqidah, yang Allah tidak membebani kita untuk mengkajinya. Dalam pandangan saya polemik ini telah menghilangkan keindahan dan keagungan substansi masalah ini. Misalkan, pro kontra para ulama menyangkut melihatnya Nabi SAW kepada Allah dan bagaimana cara melihatnya, dan perbedaan yang luas antara mereka menyangkut persoalan ini. sebagian berpendapat Nabi melihat Allah dengan hatinya, dan sebagian berpendapat dengan mata. Kedua kubu ini sama-sama mengajukan argumentasi dan membela pendapatnya dengan hal-hal yang tak berguna. Dalam pandangan saya perbedaan ini tidak berguna sama sekali. Justru menimbulkan dampak negatif yang lebih besar dibanding manfaat yang didapat. Apalagi jika masyarakat awam mendengar polemik yang pasti menimbulkan keragu-raguan di hati mereka ini. Jika kita mau  mengesampingkan polemik ini dan menganggap cukup dengan menyajikan sunstansi persoalan ini apa adanya maka niscaya persoalan ini tetap dimuliakan dan dihargai dalam sanubari kaum muslimin, dengan cara kita mengatakan bahwa Rasulullah SAW melihat Tuhannya. Cukup kita berkata demikian sedangkan menyangkut cara melihat dan lain sebagainya biarlah menjadi urusan Nabi.
وكلم الله موسى تكليما
Salah satu subsatansi persoalan di atas adalah polemik yang berkembang di antara para ulama menyangkut substansi firman Allah SWT dan perbedaan luas dalam masalah ini. sebagian berpendapat bahwa firman Allah adalah suara hati (kalam nafsi) dan sebagian lagi berpendapat bahwa kalam Allah berhuruf dan bersuara. Saya sendiri berpendapat kedua pihak ini sama-sama mencari substansi mensucikan Allah dan menjauhi syirik dalam berbagai bentuknya.
Persoalan kalam (firman Allah) adalah kebenaran yang tidak bisa diingkari, karena tidak meniadakan kesempurnaan ilahi. Ini adalah pandangan dari satu aspek. Ditinjau dari aspek lain, sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an wajib dipercayai dan ditetapkan, karena tidak ada yang mengetahui Allah kecuali Allah sendiri.
Apa yang saya yakini dan saya ajak adalah menetapkan kebenaran ini tanpa perlu membicarakan bagaimana cara dan bentuknya. Kita tetapkan bahwa Allah memiliki sifat kalam dan berkata : Ini adalah kalam Allah dan Allah SWT adalah Dzat yang berbicara. Kita cukup berbicara seperti ini dan menjauhi mengkaji apakah kalam itu kalam nafsi atau kalam yang bukan nafsi yang berhuruf dan bersuara atau tidak berhuruf dan tidak bersuara. Karena pembahasan seperti ini berlebihan, yang Nabi Muhammad sebagai pembawa tauhid tidak pernah membicarakannya. Lalu mengapa kita menambahkan apa yang datang dibawa oleh Nabi? Bukankah hal semacam ini adalah salah satu bid’ah terburuk? Subhaanaka Haadzaa Buhtaanun ‘Adhiim.
Rasulullah SAW mengabarkan kepada kita tentang kalam pada saat kita berkumpul dengan beliau di sisi Allah SWT. Kami mengajak agar pembicaraan kita selamanya menyangkut substansi kalam dan masalah sejenis terlepas dari pembahasan mengenai cara dan bentuknya.
إني أراكم من خلفي
Saya Mampu Melihatmu dari Belakang
Salah satu subsatansi persoalan di atas adalah polemik yang terjadi di antara ulama menyangkut substansi sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya saya bisa melihat kalian dari belakang sebagaimana dari arah depan.”  Sebagian ulama berpendapat bahwa Allah SWT menciptakan dua mata di arah belakang. Sebagian berpendapat bahwa Allah SWT menjadikan kedua mata beliau yang di depan memiliki kekuatan yang mampu menembus bagian belakang. Sebagian lagi berpendapat bahwa Allah SWT membalik obyek yang ada di belakang Nabi sehingga berada di depan beliau. Semua ini adalah interpretasi berlebihan yang membuat persoalan ini kehilangan keindahan dan keelokannya sekaligus meredupkan kewibawaan dan keagungannya di hati manusia.
Adapun keberadaan Nabi mampu melihat orang yang berada di belakang sebagaimana melihat orang yang ada di depan maka ini adalah fakta yang telah disampaikan beliau sendiri dalam hadits shahih. Maka tidak ada ruang sama sekali untuk membantahnya. Namun apa yang saya ajak dan menjadi pendapat saya adalah menetapkan fakta ini apa adanya tanpa perlu mengkaji cara dan bentuknya. Kita wajib meyakini kemungkinan terjadinya dan dampaknya, dengan cara menyaksikan salah satu hal yang di luar kebiasaan yang meminggirkan faktor penyebab untuk menampakkan kekuasaan Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa serta kedudukan Rasulullah SAW.

Jibril Menyamar sebagai Seorang Lelaki
Para ulama bersilang sengketa menyangkut penyamaran Jibril AS saat datang membawa wahyu dalam bentuk seorang lelaki padahal fisik Jibril sangat luar biasa besar.
Sebagian berpendapat bahwa Allah membuang kelebihan dari fisiknya. Sebagian lain menyatakan sebagian fisiknya menyatu dengan yang lain sehingga menyusut menjadi kecil. Menurut hemat saya interpretasi ini tidak berguna. Saya meyakini Allah mampu membuat Jibril menyamar dalam bentuk seorang laki-laki dan ini merupakan fakta yang telah disaksikan oleh banyak sahabat. Bagi saya tidaklah penting mengetahui cara penyamaran Jibril dalam bentuk seorang laki-laki dan saya mengajak saudara-saudara kita sesama pelajar untuk menyampaikan fakta ini tanpa perlu menyinggung perbedaan-perbedaan yang menyertainya agar fakta ini tetap besar dan agung dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar